Jangankan bicara pakai bahasa Jawa, minum air yang di masak saja dia tidak mau, maunya minum air mineral. Lha,, tentu saja hal ini menjadi topik pembicaraan hangat warga desa, sekaligus menjadi bahan tertawaan orang yang mendengarnya. Bagaimana tidak, gadis desa yang udik merantau di Jakarta selama setahun saja sudah lupa daratan, lupa asal-usul dan budaya.
Padahal apa enaknya hidup di Jakarta sih, bagi perantau yang masih belum sukses maksud saya, terkecuali mereka para konglomerat-konglomerat yang tajir :D. Soalnya saya sendiri sudah pernah mengalami, dulu waktu di Jakarta bekerja sebagai tenaga kontrak. Hidup cuma mengandalkan gaji tiap bulan, itu saja kadang masih tidak bisa menutupi kebutuhan, mau bayar kos-kosan lah, mau bayar listrik lah, pokoknya hidup sederhana dan pas-pasan. Banyak yang beranggapan bahwa Jakarta itu serba mewah, gampang mencari uang, dan semuanya serba kota. Padahal tidak semudah itu hidup di Jakarta.
Untuk orang kampung seperti Tulkiyem mungkin menjadi suatu kebanggaan bisa hidup di Jakarta, sehingga budaya dan gaya hidup di Jakarta dia tiru dan dia bawa pulang ke kampung. Jelas saja hal ini tidak pada tempatnya dan menjadi terkesan 'norak', gadis desa yang bergaya sok kota.
Segala sesuatu itu akan baik jika di terapkan pada tempatnya, kalau kita hidup di Jakarta, mengikuti gaya dan budaya Jakarta itu tidak salah. Akan tetapi kalau sudah balik ke desa, ya harus pandai-pandai membawa diri dan menyesuaikan diri dengan budaya desa, agar tidak menjadi bahan omongan dan gunjingan orang.
Seperti si Tulkiyem itu, seharusnya dia pulang membawa uang dan membahagiakan orang tuanya malah membuat malu keluarga. Kasihan kang Paijo, dia harus bolak-balik mengangkat galon air minum setiap hari. Mungkin masih banyak Tulkiyem-Tulkiyem lain di luar sana.
{ 15 Comments... read them below or add one }
si Tulkiyem terkena Dampak Negatif Kota..
Tertipu tepatnya karena kabar "mewah" dari banyak media, semisal TV , Radio dan koran. Padahal? tidak sama sekali karena yang kaya makin kaya yg miskin ya makin miskin....( curhat mentang2 lama jadi tukang parkir di Rawamangun!) hhahahhaha..ya emang ga mudah menaklukkan kota besar spt Jakarta, butuh sesuatu yg istimewa, bisa banyak hal...
bener banget sob,, (masalah tukang parkir itu kayaknya di lebih-lebihin deh.., kekekekkk..)
Kisah nya hampir sama sama tetangga ane ni sob...hahahahaaaa. Gayanya tengil pulang dari jakarta padahal disana kerjanya jadi PRT wekwekwekwek.....
setiap lebaran tiba banyak tukiyem-tukiyem lain yang bertebaran di seluruh penjuru....
joe...setuju....gak banyak2 lagi...malahan lebih parah dari itu....!!!
Kalo kebalikannya gimana ya kalo orang kota merantau ke desa apa pulang ke desa jadi sok desa..
Pengaruh perkotaan terhadap orang udik besar juga ya. Hehe.
Sekalian izin jadi follower.
Salam.
oooooooooohhhh lagi nge-gosipin tulkiyem yaa...
iya payah ya si tulkiyem, mosok pulang kampung
bukannya bikin bangga ortu, malah bikin malu keluarga...
awas ya tulkiyem, nanti tukang gosip gosipin looo
kisahnya kayak sinetron aja.. saya jg perantau di jakarta.. tapi tetep bisa ngomong bahasa daerah sendiri.. =D
Kasihan kang Paijo, dia harus bolak-balik mengangkat galon air minum setiap hari.
reaLita memang demikian, semakin orang terLena pada gemerLap kota maka niLai2 kedaerahan akan segera di buang jauh2 karena di anggap sudah kuno. tetapi tidak bagi saya.
sebagai contoh, ada tetangga yang baru tinggaL di jakarta sekitar 5 tahunan tapi kaLau di ajak ngomong bahasa derahnya suka enggak nyahutin, kata sudah Lupa. saya sebagai orang jakarta asLi kadang ngakak meLihat kondisi tersebut, sebab saya sendiri maLah beLajar berbagai bahasa daerah agar bisa membaur dengan warga pendatang.
Si Tulkiyem?
salam buat tukiyem :D
menarik juga tuch ceritanya...
salam kenal yach :D
Post a Comment